Urgensi Pancasila Sebagai Pemersatu Bangsa
Berbicara tentang urgensi, Pancasila merupakan sebuah pedoman dalam melakukan kontak sosial ditengah kencangnya angin perbedaan yang dilatar belakangi oleh suku, agama, bahasa, kaum proletar, kaum borjuis dll itu disatukan dalam sebuah konsep yang kita sebut dengan Pancasila. Jikalau dianalogikan sebuah negara itu adalah rumah kemudian Pancasila menjadi pondasi atau dasar diatasnya berdiri sebuah rumah yang disebut negara, tentunya sangat luar biasa ketika melihat rumah tersebut masih kokoh berdiri hingga saat ini meskipun rumah itu sudah tidak muda lagi. Musibah demi musibah sudah dilalui, hantaman ombak kelompok kepentingan yang ingin mengubah pondasi dan secara otomatis mengahncurkan rumah tersebut itu berhasil dilalui, buktinya rumah tersebut masih gagah berdiri meskipun retak yang ditimbulkan akibat guncangan badai masih membekas hingga saat ini namun hal itu menjadi bagian perjalanan panjang kuatnya pondasi dalam hal ini Pancasila dan rumah yang berdiri diatasnya dalam hal ini adalah negara Indonesia. Pancasila menjadi sebuah komponen penting dalam perjalanan hidup bangsa Indonesia hingga saat ini.
Melihat realitas keadaan bangsa kita saat ini di tengah gejolak perbedaan yang ada di segala aspek kehidupan yang membuat terciptanya suatu tendensi yang mengarah kepada perpecahan, seringkali Pancasila selalu dibenturkan dengan agama. Tentunya hal ini sangat tidak kita harapkan mengingat hal ini sangat membahayakan ekosistem berbangsa dan bernegara. Di dalam Pancasila ada sebuah slogan yang berbunyi “Bhinneka Tunggal Ika”. Sebenarnya konsep Pancasila sudah ada sejak dahulu buktinya dalam kitab sutasoma karya empu tantular yang mengenukakan konsep Pancasila pada kalimat “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Artinya bahwa hal ini sangat relevan dengan kondisi bangsa Indonesia yang majemuk baik itu suku, bahasa, agama, warna kulit itu disatukan dalam sebuah konsensus yang disebut dengan Pancasila.
Butir- butir yang terdapat dalam Pancasila mulai dari ketuhanan yang maha esa sampai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia saling bersinergi antara butir yang satu dengan butir yang lainnya karena kelima butir itu merupakan satu kesatuan utuh yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Artinya ketika butir pertama ketuhanan yang maha esa dapat di implementasikan dalam kehidupan sehari-sehari pasti akan berimbas pada butir-butir sila yang lainnya misalnya contoh implementasi sila pertama yaitu menghormati antar umat beraagama. Hal itu akan berpengaruh pada sila kedua kemanusiaan yang adil dan beradab, ketika kita sudah saling menghormati otomatis akan timbul rasa kemanusiaan yang adil dan beradab itu. Kemudian ketika sikap tenggang rasa dan tepa selira yang merupakan nilai praktis dari Pancasila itu sudah diimplementasikan jadi dengan sendirinya timbul rasa perasaan senasib sepenanggungan yang menginisiasi rasa persatuan Indonesia itu. Setelah rasa persatuan itu muncul kemudian dalam sila ke-4 yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusawartan perwakilan” artinya ketika rasa persaudaaran sebangsa dan setanah air ada dalam diri setiap insan Indonesia, disaat ada sesuatu perdebatan itu dapat diselesaikan dengan cara musyawarah untuk mencapai kata mufakat atau kepeutusan bersama atas dasar persatuan itu sendiri. Kemudian ketika sila pertama sampai sila keempat telah berhasil diimplementasikan secara tidak langsung itu berimbas kepada terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia karena dalam sila keempat itu diidentikan sebagai pengambilan kebijakan yang tepat sasaran atas dasar ketuhanan, kemanusiaan dan persatuan guna terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sekali lagi bagi seluruh rakyat di Indonesia.
Saya melihat di dalam lima butir Pancasila terdapat cita-cita luhur bangsa Indonesia yang harus di wujudkan untuk terciptanya suatu iklim berbangsa dan bernegara yang sehat. Jangan sampai karena sebuah perbedaan agama, suku, bahasa, warna kulit menjadi sebuah benih-benih perpecahan, tetapi sebaliknya dengan adanya Pancasila sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara guna tercapainya persatuan Indonesia yang bukan hanya sekadar kata persatuan tetapi dibuktikan dalam bentuk implementasi kehidupan sosial di dalam masyarakat kita. Perbedaan seyogyanya menjadi alasan untuk memupuk semangat persatuan agar tetap tumbuh subur di hati setiap bangsa Indonesia ditengah berbagai upaya pihak-pihak yang berusaha merusak persatuan dengan cara mengadu domba. Buktinya realita saat ini mempertontokan kita sebuah adegan yang bisa dibilang tak senonoh, karena memperlihatkan sebuah gesekan yang terjadinya antara islam dengan Pancasila. Adanya anggapan bahwa islam itu anti Pancasila, para tokoh-tokoh islam tertentu tidak pancasilais dll. Ketika kita melihat permasalahan ini dari sudut pandang yang berbeda yakni sadar atau pun tidak sadar bahwa kita sedang diadu domba dengan saudara kita sendiri, memperdebatkan hal yang tidak seharusnya diperdebatkan, mempermasalahkan hal yang seharusnya tidak di permasalahkan. Ketika berbicara islam dan Pancasila, masih ingatkah kita bagaiamana kebeseran hati rakyat Indonesia dari kalangan islam demi keutuhan, demi persatuan mereka dengan besar hati menghilangkan kalimat dengan menjalankan syariat islam bagi pemeluknya, lantas kurang pancasilais apa lagi mereka?.
Mari kita sama-sama mengintrospeksi diri demi terwwujudnya cita-cita luhur para pendiri bangsa yang tertuang dalam lima butir Pancasila, selain menjadi sebuah pondasi Pancasila juga hadir sebagai magnet yang menyatukan dua kutub yang berbeda, baik itu kaum agamis, nasionalis, proletar dll. Itu Bersatu dalam satu semangat yaitu semangat persatuan Indonesia. Jadi urgensi Pancasila sebagai pemersatu bangsa memang menjawab semua tantangan serta keraguan masyarakat yang mengatakan masih relevan kah Pancasila?. Kembali kepada nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila saya rasa dapat menjawab semua permasalahan yang ada di bumi Indonesia kita. Bukan tanpa alasan karena Pancasila merupakan pedoman dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tulisan oleh: Muhammad Fariqh Khatami, Mahasiswa Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2020.