Narasi, Juni, 2024

HARI JUMAT DAN MATA PELAJARAN ISTIMEWA

Budi Saputra,

Halo, perkenalkan saya Budi Saputra. Saat ini saya mengajar sebagai guru Bahasa
Indonesia di SMA Al Azhar Syifa Budi Pekanbaru II. Tentu ini estafet pengalaman mengajar
yang beragam dan berharga bagi saya. Mengingat sebelumnya saya juga pernah mengajar di
Batam dan di Padang Panjang pada jenjang SMP. Dari tiga propinsi yang berbeda, dari tiga
budaya dan adat istiadat yang berbeda, semua hanyalah rangkaian dalam memaknai
kehidupan dan proses kreatif yang seyogianya adalah bagian dari saripati pengamalan
Pancasila. Bahwa menjadi guru, tak ubahnya adalah sebuah usaha menjadi manusia Indonesia
seutuhnya. Belajar dan belajar banyak hal dari kolong cakrawala, untuk selanjutnya
diwujudkan sebagai langkah nyata di sekolah dalam rangka mencerdaskan anak bangsa.
Sobat Pancasila yang budiman, melalui tulisan ini saya hendak menyampaikan
pengalaman mengajarkan Pancasila. Tentunya sebelum itu, apresiasi setinggi-tingginya
terhadap pemerintah melalui gebrakan Kurikulum Merdeka yang diharapkan semakin
membuat nilai-nilai Pancasila bermekaran dan mendarah daging dalam setiap sendi
kehidupan anak bangsa. Terlebih pada era sekarang, yaitu era Revolusi Industri 4.0, dan era
digital yang serba berkemajuan dengan informasi begitu mudah didapat oleh ratusan juta
pengguna internet di Tanah Air tercinta.
Terkait Kurikulum Merdeka, banyak potensi yang bisa dikembangkan dalam diri
generasi bangsa. Sebagai contoh, bangunan kokoh Profil Pelajar Pancasila sangat mendukung
sekali dalam pembangunan ekonomi nasional bila dilihat dari faktor kearifan lokal.
Kurikulum Merdeka bisa menghidupkan sendi-sendi kreatifitas terkait pembelajaran tentang
kuliner, kerajinan tangan, maupun seni dan budaya daerah. Seorang siswa yang memiliki
minat, bakat, serta perhatian penuh terhadap kearifan lokal, bisa saja akan menciptakan
produk baru, ide baru, teknologi atau aplikasi baru, bahkan menghidupkan UMKM yang
menyerap ribuan tenaga kerja.

Pada hakikatnya, tiap hari di negeri ini adalah perjuangan generasi bangsa dalam
merayakan serta mempertahankan keutuhan nilai-nilai Pancasila. Sekalipun pada tiap tanggal
1 Juni diperingati sebagai Hari Pancasila, dan pada tiap 1 Oktober diperingati sebagai Hari
Kesaktian Pancasila. Jika dipadukan dalam dunia pendidikan, maka Pancasila tak ubahnya
sebagai ruh atau urat nadi yang digambarkan dalam sebentuk kapal kontainer raksasa yang
melintasi lika-liku ombak samudera. Apa pun rintangan dan peristiwa yang terjadi, Pancasila
adalah tempat bernaung, tempat berpijak, dan tempat paling nyaman untuk bersandar dari
letih hari-hari memerangi segenap ancaman, atau riak gelombang yang berpotensi memecah
kesatuan NKRI.
Dari sekian banyak hari-hari bermakna dalam mengajarkan Pancasila, maka hari
Jumat adalah hari yang begitu istimewa bagi saya. Hari Jumat mengingatkan saya pada
sekolah lama tempat saya mengabdi, yaitu Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang pada
tahun 2017. Di sana, hari Jumat adalah hari libur, serta sebaliknya hari Minggu adalah hari
efektif belajar. Proyek integrasi dalam tugas akhir adalah hal yang sangat berkesan bagi saya.
Proyek integrasi adalah menciptakan sebuah maket sesuai dari bentuk lingkungan yang
disurvei, serta dipresentasikan kepada guru dan tamu undangan.
Ada pun proyek integrasi yang saya dampingi kala itu adalah Pasar Kuliner Padang
Panjang, Lubuk Mata Kucing, serta Ngalau Indah Payakumbuh. Ini sungguh luar biasa.
Semua santri yang notabene perempuan, begitu inovatif, kreatif, dan bersemangat dalam
bergotong-royong untuk menyukseskan proyek integrasi masing-masing. Adanya iklim
making connection atau membuat koneksi suatu objek dengan berbagai mata pelajaran,
sungguh semakin menambah mengalir derasnya samudera ilmu untuk kebaikan bersama.
Di sekolah tempat saya sekarang berkhidmat (SMP-SMA Al Azhar Syifa Budi
Pekanbaru), hari Jumat boleh dikatakan adalah hari rayanya dari semua mata pelajaran. Pada
hari Jumat, siswa tidak saja belajar di kelas, tapi juga belajar di aula hingga belajar ke
tengah-tengah masyarakat. Tiap Jumat ketiga pada tiap bulannya, ada pelajaran istimewa.
Nama pelajarannya yaitu program Satu Siswa Satu Dhuafa (S3D) yang digagas sejak
September 2021. Di mana embrio S3D adalah komunitas yang diinisiasi oleh kepala
sekolah dan para guru yang bernama Komunitas Amal dan Doa (Komando). Program yang
digagas pada Februari 2021 ini, berniat semata untuk saling berbagi, dan meringankan beban
masyarakat kurang mampu.

Program S3D sendiri melibatkan lebih kurang 355 siswa SMP dan SMA. Di mana
seluruh siswa pada hari itu belajar kebaikan dengan mengunjungi rumah para dhuafa untuk
menyerahkan sekarung beras, satu papan telur, dan paket sembako yang terdiri dari minyak
goreng, sarden, mie instan, dan gula. Tidak sampai di situ saja. Di rumah yang dikunjungi,
siswa diajari untuk memiliki sikap sangat butuh pada doa para dhuafa. Saat pertama kali
mendampingi lima siswa, saya bertangungjawab agar lima siswa ini memperhatikan adab
bertamu, dan bisa melakukan dialog yang menyentuh hati. Ada lima rumah yang dikunjungi
kala itu. Lima rumah yang terletak tak jauh dari domisili saya itu, tentu saja mulai dari
September 2021 hingga kini, terus dikunjungi para siswa yang berbeda tiap bulannya, tiap
hari Jumat minggu ketiga.
“Saya minta doa ya, Buk. Semoga saya sukses belajar, mendapatkan perguruan tinggi
favorit,” kata seorang siswi dengan lemah lembut. Dalam kesempatan lain juga terdengar
dialog. “Maaf, Buk. Kalau boleh tahu berapa penghasilan Bapak tiap bulan, Buk?” Seorang
siswa mencoba menghayati keadaan ekonomi sebuah keluarga untuk membuatnya tak henti
belajar dan bersyukur. Atau pada dialog lain dari seorang dhuafa. “Ibuk doakan Ananda
selalu sehat, sukses, banyak rezeki, dan dapat masuk perguruan tinggi yang diinginkan.”
Sobat Pancasila yang budiman, kira-kira begitulah gambaran dialog yang senantiasa
terjadi pada program S3D ini. Dan kebiasaan mulia ini, tentu sangat besar pengaruhnya pada
karakter siswa dalam balutan Profil Pelajar Pancasila yang tengah digaungkan dewasa ini.
Sebagai guru, saya menilai kebiasaan ini kelak akan menjadi bom waktu kesuksesan bagi
seluruh siswa. Apresiasi yang tinggi kepada mereka, di mana uang hasil sedekah Subuh
mereka tiap hari, dibelikan kepada beras, telur, paket sembako, hingga disalurkan dengan
kemandirian mereka mengangkat ke mobil, hingga menyerahkan langsung ke tangan para
dhuafa serta dengan rendah hati meminta doa.
Agar nilai-nilai Pancasila lebih menghujam sanubari, maka sebagai koodinator
literasi, saya menghidupkan program Satu Siswa Satu Buku (Sasisabu) dan penampilan minat
dan bakat dalam acara muhadharah. Meski pada program S3D telah ada nilai berakhlak
mulia, mandiri, bergotong-royong, berkebhinekaan global, bahkan nilai kreatifitas dengan
membuat konten kebaikan saat mendistribusikan sembako, namun kreatifitas minat dan
bakat, serta melek membaca tentu saja adalah harga yang tak bisa ditawar-tawar dalam
dalam rangka mencetak generasi emas Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai
Pancasila.

Bagikan