JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota Komisi I DPR RI Willy Aditya meminta pemerintah memperlakukan 600 Warga Negara Indonesia (WNI) terduga teroris pelintas batas yang akan dipulangkan, sebagai pencari suaka.

Mereka diberitakan berafiliasi dengan ISIS.

“Kita tidak menganut dwi kewarganegaraan. Jadi kalau mantan ISIS itu sudah membakar paspor Indonesianya, mereka adalah para pencari suaka. Perlakukan mereka selayaknya pencari suaka,” kata Willy, di Jakarta, Senin (3/2/2020), dikutip dari Antara.

Menurut dia, jika benar 600 orang Indonesia yang memilih membakar paspor Indonesia demi menjadi ISIS, maka tidak bisa pemerintah memperlakukan mereka sepenuhnya sebagai WNI.

“Mereka yang telah memilih menanggalkan kewarganegaraannya harus diperlakukan sebagai non WNI,” jelasnya.

Willy menegaskan, pemerintah harus sangat hati-hati dalam mengambil langkah tersebut.

Menurutnya, terorisme adalah salah satu yang diperangi dunia secara global. Jangan karena mengembalikan mantan teroris pelintas batas, malah Indonesia dituding menjadi penampung teroris.

“Dalih kemanusiaan untuk memulangkan eks-ISIS harus benar-benar diimbangi dengan kepentingan pertahanan dan perlindungan warga negara yang lebih luas. Gak bisa kita korbankan lebih banyak warga Indonesia demi mendapat label kemanusiaan dari 600 eks-ISIS,” jelas politisi Partai NasDem ini.

Pemerintah, kata dia, harus mengkaji lebih dahulu kebijakan pemulangan para terduga teroris pelintas batas itu.

“Pemerintah perlu menyeleksi siapa yang bisa diberikan suaka, dipulangkan karena masih berpaspor Indonesia, dan siapa yang harus ditolak masuk ke Indonesia. Setelahnya, semua eks-ISIS yang masuk harus dididik dan dilatih dalam program khusus antiterorisme dan radikalisme sebelum dikembalikan ke tengah kehidupan sosial masyarakat,” ujarnya.

Oleh karena itu, kata pria yang memegang gelar master pertahanan ini, langkah pemerintah yang akan memulangkan mereka, harus dengan perencanaan yang matang sebelum dieksekusi.

Ia menambahkan, harus ada mekanisme dan syarat yang harus diikuti oleh mantan ISIS sebelum mereka bisa diberangkatkan ke Indonesia. Selanjutnya harus ada program pembinaan dan monitoring sebelum mereka dikembalikan ke masyarakat.

“Ini tidak kalah gawatnya dengan virus Corona. Treatment-nya juga harus extra hati-hati. Boleh jadi mereka yang memilih menjadi kombatan ISIS adalah korban propaganda, namun tidak menutup kemungkinan mereka juga adalah bagian dari propaganda ISIS,” katanya.

“Karena itu upaya untuk mengikis dan menghilangkan paham atau dukungan terhadap violent extremism dari mereka yang datang ke Indonesia benar-benar harus holistik. Jangan kita membahayakan 230 Juta orang Indonesia demi 600 orang yang tega menanggalkan ke-Indonesiaannya,” tutup Willy.

Sumber : nasional.kompas.com

Editor : Diamanty Meiliana

Bagikan