Narasi, Juni, 2024

Jha’ Amacalama; Upaya Penanaman Nilai-Nilai Luhur Pancasila Melalui Meja Makan

Suhairi,

Salah satu nilai luhur Pancasila yang harus ditanamkan pada generasi bangsa adalah
memerangi tindak pidana korupsi yang hingga kini masih merajalela di negeri ini. Pemberitaan
tindak pidana korupsi ini masih menghiasi berbagai media massa; baik media cetak maupun
media elektronik. Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Indonesia
akan merugian seluruh bangsa. Tindakan tidak bermoral ini harus diperangi sejak dini.
Pancasila merupakan salah satu pedoman dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Mencintai Pancasila sama dengan mencintai bangsa ini. Nilai-nilai luhur Pancasila
mengatur kehidupan masyarakat menuju bangsa yang bermartabat. Menurut Dzunuwanus
Ghulam Manar (2018 : 77), kita telah memilih Pancasila sebagai ideologi negara. Yang perlu kita
tindak lanjuti adalah membangun dan mengembangkan kerangka berpikir dan bertindak politik
yang relevan dengan nilai-nilai Pancasila.
Ideologi Pancasila menjadi roh dalam menjalankan segala aktivitas. Bung Karno pernah
mengatakan (A. Yusrianto Elga : 25), cara melawan kekuatan uang adalah kekuatan ideologi.
Setiap orang yang berpegang teguh pada masing-masing ideologinya, pastilah tidak akan
terjebak ke dalam perangkap korupsi. Perkataan Bung Karno ini tentu menjadi pesan berharga
sepanjang zaman. Ideologi Pancasila yang sudah mendarah daging akan menjadi karakter
bangsa. Bagaimana cara menanamkan nilai-nilai luhur Pancasila sejak dini?
Orang-orangtua di Sumenep, Madura, Jawa Timur, memiliki keunikan tersendiri dalam
menanamkan nilai-nilai luhur Pancasila kepada anak-anaknya. Di antaranya adalah penanaman
pendidikan anti korupsi melalui meja makan. Orang-orangtua akan menjadi guru walaupun tanpa
spidol, papan, atau proyektor. Dampaknya sangat luar biasa. Anak-anak akan mengingat pesan
moral yang disampaikan orangtua tersebut. Bagaimana caranya?
Meja makan merupakan salah satu sarana yang tepat dalam menyampaikan pendidikan
anti korupsi. Di Sumenep, Madura, Jawa Timur, orang-orangtua akan selalu mengingatkan anak-
anak ketika makan bersama agar ‘Jha’ amacalama’. Amacalama dalam Bahasa Madura memiliki
arti mengambil makanan yang ada di hadapan orang lain. Jha’ amacalama berarti jangan
mengambil makanan yang ada di hadapan orang lain.
Ketika makan bersama, setiap orang telah diberi jatah tersendiri. Baskom berisi nasi,
ikan laut, lauk, atau kuah yang tersaji sudah diketahui untuk siapa masing-masing itu

dihidangkan. Seseorang yang menyajikan makanan tersebut juga sudah paham dan mengerti hak
masing-masing anggota, termasuk ketika makan bersama dalam sebuah keluarga.
Seseorang yang mengambil hidangan di hadapan orang lain akan ditegur pada waktu itu
juga: ‘Jha’ amacalama’, ‘Jangan mengambil sesuatu yang ada di hadapan orang lain’. Kalimat
tersebut mengandung pesan moral yang sangat berharga. Orangtua mengajari anak-anaknya dari
meja makan agar jangan terbiasa mengambil sesuatu yang ada di hadapan orang lain. Nilai-nilai
luhur Pancasila dalam kondisi tersebut bisa tersampaikan dengan baik. Tetapi, jika karakter
amacalama menjadi bagian dari kehidupan seseorang, tidak menutup kemungkinan hal tersebut
sebagai langkah awal tertanamnya kebiasaan mengambil hak orang lain. Meja makan merupakan
salah satu media pencegahan dini terhadap tindak pidana korupsi. Maka, anak-anak akan selalu
mengenang dan mengingat bahwa mengambil hak orang lain bukan perbuatan terpuji.
Pendidikan anti korupsi melalui meja makan tersebut tidak hanya berhenti pada ruang
lingkup keluarga. Acara makan bersama masyarakat tradisional di Sumenep, Madura, Jawa
Timur, akan mudah ditemui setelah masyarakat bekerja bersama, gotong-royong, bantu-
mambantu, atau dalam rangka acara-acara tertentu. Karakter Jha’ amacalama akan berlanjut
pada ruang lingkup yang lebih besar. Mereka akan memegang teguh pendidikan keluarga yang
disampaikan melalui meja makan tersebut.
Acara makan bersama setelah acara tertentu juga memiliki aturan tak tertulis
sebagaimana doktrin melalui meja makan keluarga. Ketika acara hajatan, misalnya. Tetamu yang
menikmati hidangan tidak boleh mengambil hidangan yang ada di hadapan orang lain. Jika
dilanggar, itu merupakan hal yang tabu. Seseorang yang tidak mendapat bagian nasi tidak akan
menjulurkan tangannya ke hadapan orang lain. Ia akan memilih berdiam diri tanpa memulai
makan bersama. Ia juga tidak akan memanggil pelayan untuk mengantarkan hidangan saat itu.
Pendidikan anti korupsi melalui meja makan dalam ranah keluarga kini meluas ke
ranah sosial-masyarakat. Jika dalam satu keluarga terdapat empat anggota, dalam sepuluh
keluarga akan melahirkan empat puluh orang yang memiliki pemahaman yang sama tentang anti
korupsi. Kontrol masyarakat akan sama ketika terjadi pelanggaran amacalama. Seseorang yang
amacalama akan mendapat teguran yang serupa.
Pendidikan jha’ amacalama tentu akan menjadi karakter pada setiap anggota keluarga.
Mungkin saja para orangtua tersebut tidak memahami kandungan Pancasila yang harus
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi orang-orangtua di Sumenep, Madura, Jawa

Timur ini sejak dahulu kala telah menanamkan nilai-nilai tersebut hingga membentuk karakter
kepada anak-anaknya. Bisa saja, mereka sangat pancasilais dan mencintai negeri ini sepenuh
hati.
Karakter yang melekat akan membentuk anak-anak tersebut sangat dekat dengan nilai-
nilai luhur Pancasila. Karakter tersebut akan membentuk mereka untuk tidak korupsi di mana
pun berada; korupsi materi atau korupsi waktu. Slogan “Katakan Tidak pada Korupsi” akan
menjadi sesuatu yang nyata. Ini generasi cemerlang yang patut menjadi pemegang estafet
perjuangan bangsa. Anak-anak Pancasila yang lahir dari meja makan ini akan layak menjadi
penguasa, pejabat, atau rakyat kecil yang bermartabat. Dalam kondisi apapun, mereka akan
memegang teguh dokrin keluarga yang disampakan melalui meja makan.
Akhirnya, upaya penanaman nilai-nilai luhur Pancasila melalui meja makan perlu
ditanamkan secara masif sejak dini. Orangtua tidak perlu mengeluarkan modal besar dalam
proses penanaman nilai-nilai luhur tersebut. Bahkan, hal itu bisa dilakukan secara lebih santai
sambil menikmati hidangan yang ada di hadapannya. Penanaman nilai-nilai luhur Pancasila ini
akan memiliki dampak yang sangat berharga, dan bisa berkembang pada ranah kehidupan yang
lebih luas. Bahkan, hal itu akan membentuk karakter anak-anak dalam menjalani kehidupan
berbangsa dan bernegara. Semoga!

*Suhairi adalah penulis di media lokal dan nasional, seperti Jawa Pos, Koran Tempo,
Harian Seputar Indonesia, Republika, Lampung Post, Radar Madura, Radar Surabaya,
Radar Malang, dll. Kini tinggal di Sumenep Madura.

Bagikan